Friday 29 March 2013

Pengantar Ilmu hukum (6)

Hak dan kekuasaan
hak ialah ijin/kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang sebagai subyek hukum. Hak mempynyai fungsi sosial sehingga penggunaannya jangan sampai merugikan kepentingan umum, hal ini dapat kita lihat misalnya pada suatu aturan yang berbunyi memberikan seseorang untuk berbuat sesuatu/mengerjakan sesuatu yang tidak bertentangan dengan peraturan lainnya dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum. fungsi sosial merupakan suatu dasar dari kata hukum dalam masa kini yang berjiwa selain kepentingan seseorang juga kepentingan masyarakat harus diperhatikan, jadi harus ada keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat. apabila seseorang sebagai subyek hukum menggunakan haknya tidak sesuai dengan tujuan untuk apa hak itu diberikan hingga menimbulkan kerugian pada pihak lain maka orang itu melakukan penyalahgunaan hak (misbruk van recht). Penyalahgunaan hak tidak terjadi dibidang hukum perdata saja tetapi juga dibidang hukum publik, khususnya dalam hukum tata usaha negara ataupun hukum administrasi negara.
Penyalahgunaan hak seorang pejabat negara apabila melakukan kewenangan yang diberikan karena jabatannya tetapi dengan cara atau tujuan pemberian wewenang itu atau bertentangan dengan aturan hukum yang tertulis maka penyalahgunaan hak tersebut dinamakan penyalahgunaan kekuasaan.
Penyalahgunaan kekuasaan tidaksama dengan penyalahgunaan hak karena kekuasaan tidak selalu mempunya kewenangan.
Hukum merupakan hubungan subyektif , suatu peraturan dari hukum obyektif yang dikaitkan dengan subyek hukum. Apeldorn menyatakan bahwa hukum subyektif timbul bila hukum obyektif bergerak, jadi hak itu sama dengan hukum subyektif karena mempunyai kewenangan hukum sedang kekuasaan tidak selalu mempunyai hukum.
suatu hak sellu disertai kekuasaan sedangkan kekuasaan tidak selalu disertai hak. 
perbedaan hak dan kekuasaan :
- hak timbul disertai kewenangan hak sedangkan kekuasaan timbul tidak disertai kewenangan hak ,
- hak selalu disertai kekuasaan sedangkan kekuasaan tidak selalu disertai hak.
kepastian hukum adalah suatu pegangan yang pasti bagi setiap orang dengan adanya rumusan yang tegas dalam suatu ketentuan tertulis yang didasarkan pada kaidah dan ajaran-ajaran hukum normatif dan dogamatif yang disesuaikan dengan fungsi hukum itu sendiri untuk melaksanakan ketertiban dalam masyarakat.

Penemuan Hukum.
Penafsiran hukum/interprestasi hukum.
- Interprestasi adalah suatu alat yang diberikan kepada seorang hakim/fungsionaris hukum untuk menjelaskan arti kata atau kalimat dari suatu peraturaan yang kurang jelas untuk menyesuaikan peraturan itu dengan segala hal-hal yang kongkrit yang terjadi dalam masyarakat.
- interprestasi adalah suatu cara untuk mempelajari arti maksud ketentuan perundang-undangan karena tidak selalu undang-undang itu jelas, karena itu harus ditafsirkan.
- hakim yang menolak untuk menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut atau dihukum karena menolak mengadili.
- Hakim turut serta menemukan hukum dengan menjalankan rechsvinding - Prof. Paul Scholten.
Ada beberapa metode penafsiran yang dikenal antara lain :
1. Metode penafsiran tata bahasa (gramatikal), disini ketentuan/kaidah hukum tertulis diartikan menurut arti kalimat/bahasa sebagaimana diartikan oleh orang biasa yang menggunakan bahasa sehari-hari. biasanya metode penafsiran tata bahasa didasarkan pada tata bahasa dari undang-undang itu sendiri, misalnya dalam penjelasan undang-undang.
2. Metode penafsiran sejarah , apabila metode penafsiran tata bahasa tidak bisa , maka dilihat dari sejarah hukum undang-undang itu, baik secara sejarah hukum maupun sejarah perundang-undangan.
metode penafsiran sejarah hukum didasarkan pada waktu/masa pada saat hukum itu terbentuk. misal pada saat UUD 1945 terbentuk maka yang melakukan perancangannya oleh BPUPKI dan sekarang dirancang untuk diamandemen oleh MPR karena dianggap sudah tidak relevan. Tetapi umumnya penafsiran sejarah ini dilihat dari sejarah perundang-undangan misal UU agraria.
metode penafsiran sejarah perundang-undangan menyangkut terbentuknya suatu UU mulai dari RUU (rancangan UU) termasuk pernyataan pemerintah yang mengajukan RUU kepada DPR, sampai risalah-risalah perdebatan dalam komisi pun dilibatkan.
3. metode penafsiran sistematis, yaitu penafsiran UU atau pasal-pasalnya dalam hubungan keseluruhan, antara pasal UU yang satu dengan yang lainnya.
4. Metode penafsiran sosiologi dan teologis, perlu diselidiki sebab-sebab/faktor-faktor dalam masyarakat/perkembangan masyarakat yang bisa memberikan penjelasan mengapa perundang-undangan/pemerintah mengambil inisiatif UU/DPR tergerak untuk mengajukan UU itu didasarkan pada pandangan masyarakat luas mengenai perundang-undangan. 
5. Metode penafsiran otentik, adakalanya UU sendiri yang menafsirkan dalam ketentuan UU itu sendiri mengenai arti kata /istilah yang digunakan. maksud memuat penafsiran istilah otentik/resmiasli/sohih adalh agar tafsiran ini mengikat karena dengan menjadikan suatu pengertian/keterangan sebagai suatu istilah dalam pasal maka istilah itu mengikat seperti ketentuan pasal-pasal lain.
6. Metode keleluasaan interpretasi, kebalikan dari metode penafsiran otentik dimana kebebasan hakim untuk menafsirkan teks/UU sangat dibatasi karena UU sendiri telah memberikan interpretasi otentik atas ketentuan-ketentuan tersebut, maka adakalanya UU memberikan keleluasaan bagi hakim untuk menginterpretasikan suatu ketentuan undang-undang dan keleluasaan yang besar ini dilakukan bagi hakim untuk menginterpretasikan suatu ketentuan undang-undang dan keleluasaan yang besar itu dilakukan dengan merumuskan ketentuan itu sedemikian rupa sehingga tidak ada jalan lain bagi hakim kecuali menetapkan yang bersangkutan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta pendapat dan keyakinan dari hakim itu sendiri.
7. Metode Penafsiran nasional, yaitu penafsiran dengan menilik sesuai atau tidaknya dengan sistem yang berlaku.
 
berdasarkan sifatnya maka penafsiran dibagi menjadi :
1. Penafsiran subyektif >> penafsiran sosiologi.
2. Penafsiran Obyektif >>penafsiran otentik.
3. Penafsiran restriktif >> penafsiran yang sifatnya mempersempit pengertian sesuatu, misal : kerugian tidak termasuk kerugian yang tak berwujud seperti sakit, cacat dsb.
4. Penafsiran ekstentif >> penafsiran yang sifatnya memperluas pengertian sesuatu , misal ; aliran arus listrik termasuk benda.